Senin, 23 Mei 2011

BEST PRACTICES KEBERHASILAN E-LEADERSHIP

Sebenarnya cukup banyak Pemda Kabupaten dan Kota yang telah berhasil mengembangkan teknologi informasi di daerahnya. Aplikasi e-Government yang pada umumnya diterapkan di daerah, antara lain, KTP Online, e-Procurement, dan PSB Online. Dalam implementasinya, menurut Suprawoto (2008) pendekatan yang diterapkan dapat dibagai dalam 3 (tiga) pelayanan, yaitu sreet level, screen level, dan system level. Street level adalah tingkatan pelayanan publik dimana masyarakat masih harus datang langsung untuk melakukan transaksi, walaupun prosesnya dilakukan secara elektronik.

Screen level adalah tingkat pelayanan publik dimana perangkat teknologi informasi berfungsi sebagai tools pendukung bagi pemerintah. KTP online pada beberapa daerah, misalnya, masih berada di level ini, karena sistem koordinasi data sudah terintegrasi dengan jaringan intranet, namun untuk membuat KTP seorang warga harus datang langsung ke kantor kecamatan untuk ambil gambar dan tanda tangan elektronik. Aplikasi E-Proc juga masih masuk kategori ini, karena tahap akhir pengadaan masih mengharuskan peserta tender untuk datang langsung. Sedangkan system level terjadi dimana semua aktivitas pelayanan dilakukan secara online. Pada tahap ini, Penerimaan Siswa Baru atau PSB Online yang dilakukan oleh beberapa Dinas Pendidikan dapat dikatakan sudah masuk level ini. Meskipun siswa harus datang untuk menyerahkan bukti ijasah dan berkas lainnya, namun itu hanya sebatas verifikasi akhir saja.

Beberapa pemda yang menonjol dalam pengembangan teknologi informasi, dengan berbagai bentuk aplikasi e-Government, antara lain Kabupaten Jembrana, kabupaten Sragen, Kabupaten Kebumen, Kota Surabaya, Kota Den Pasar, dll. Karena keterbatasan tempat dan waktu, berikut ini disajikan best practices dari 2 (dua) pemda yang telah berhasil mengembangkan teknologi nformasi melalui penerapan beberapa aplikasi e-Government, yakni (1) Kota Surabaya, dan (2) Kabupaten Sragen.
  1. PEMERINTAH KOTA SURABAYA

    Pada tahun 2007 Pemerintah Kota Surabaya mendapat penghargaan dari majalah Warta Ekonomi dalam ajang E-Government Award untuk kategori e-Leadership. Keberhasilan Pemerintah Kota Surabaya dalam menerapkan berbagai sistem dan aplikasi E-Government, seperti e-Procurement, e-Budgeting, KTP Online, PSB Onlin , dll. terlihat dalam pelaksanaan pelayanan publik berbasis elektronik di kawasan tersebut.

    Sementara itu, keberhasilan implementasi e-Leadership di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya, menurut Satria (2008), terlihat dari tercapainya beberapa variabel e-Leadership. Pertama, aspek convener dan team sponsor yang, antara lain, menyangkut kebijakan pimpinan dalam mengatur pemanfatatn teknologi informasi untuk memecahkan permasalahan secara kolaboratif di dalam organisasi. Kedua, aspek manager dan mentor yang meliputi kebijakan dalam alokasi sumber daya dan anggaran khusus untuk aktivitas teknologi informasi. Ketiga, aspek innovator menyangkut fasilitasi terhadap gagasan yang inovatif di dalam organisasi, baik inovasi proses maupun produk. Dan keempat, aspek radical chang, yang meliputi keberanian pimpinan dalam melakukan perubahan yang signifikan dalam organisasi.

    (a) Aspek convener dan team sponsor

    Dalam aspek convener dan team sponsor, Walikota Surabaya terbukti telah menekankan pemanfaatan teknologi informasi guna menunjang pekerjaan pelayanan langsung publik maupun dalam rangka meningkatkan kinerja internal birokrasi melalui instrument Instruksi dan Peraturan Walikota. Sementara dalam implementasi e-Budgeting dan e-Procurement dilakukan melalui “pemaksaan” agar semua unit organisasi menggunakan aplikasi ini untuk urusan pemerintahan. Pemaksaan dalam tanda kutip ini juga mencakup perlindungan dari top management jika jajaran middle management di internal pemkot ternyata saling “bergesekan atau digesek dengan sengaja” dari luar organisasi karena adanya benturan kepentingan diluar pemkot. Kejadian semacam ini memang banyak terjadi di lingkungan Pemkot Surabaya, terutama pada awal implementasi e-Procurement sering terjadi pada level middle management.

    (b) Aspek manager dan mentor

    Aspek manager dan mentor diterapkan melalui pengalokasian APBD yang cukup signifikan untuk pembanguna infrastruktur jaringan komunikasi antar satker sehingga semua SKPD (termasuk kantor kecamatan) dan kantor kelurahan dapat terhubung dalam jaringan intranet Pemkot Surabaya. Berbagai aplikasi juga dikembangkan untuk semakin menyempurnakan layanan publik yang selama ini ada. Masalah virtual team terakomodisi terlihat dari kurangnya frekuensi tatap muka, misalnya tim pengendali pelaksanaan APBD, karena laporan dari anggota tim pelaksana di lapangan dapat dilakukan langsung ke pimpinan terkait melalui aplikasi IT yang berbasis WEB atau gadget bergerak (mobile service). Virtual tim ternyata ada dan bekerja di dunia maya.

    (c) Aspek innovator dan radical change

    Aspek innovator dan radical change juga terpenuhi, misalnya berbagai inovasi proses maupun produk difasilitasi melalui layanan teknologi informasi. Demikian juga business model business model yang signifikan akibat penetrasi teknologi informasi ke dalam organisasi terjadi. Misalnya, lelang yang semula manual jadi elektronik dengan proses yang lebih pendek dan sederhana, dan digantinya tanda tangan manual menjadi tanda tangan digital melalui IKP (infra struktur kunci publik).

    Aspek-aspek inilah yang selama ini telah diimplementasikan oleh jajaran pimpinan Pemerintah Kota Surabaya sehingga wajar kalau majalah Warta Ekonomi memberikan penghargaan E-Government Award dalam kategori e-Leadership pada tahun 2007. hal ini sekaligus membuktikan, bahwa e-Leadership merupakan faktor kunci keberhasilan pengembangan E-Government. Bahkan, menurut Suprawoto (2008), e-Leadership yang kokoh merupakan prasyarat utama penerapan E-Government. Artinya, jika tidak ada e-Leadership, jangan berharap sistem tersebut dapat berjalan dengan baik.
  2. PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

    Kabupaten Sragen merupakan salah satu daerah percontohan dalam implementasi e-Government di Indonesia. Dengan e-Leadership yang kuat, inovasi dan upaya terus menerus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan melalui teknologi informasi. Perkembangan pesat teknologi informasi di Kabupaten ini terlihat dari maraknya dunia virtual di lingkungan masyarakat melalui aplikasi remote Jaringan Global se Kabupaten Sragen (NAGIOS),siaganya Internet dan intranet online 24 jam di semua satker, dan Website Kabupaten Sragen yang interaktif. Di samping itu, berbagai aplikasi e-Government juga telah diterapkan di wilayah tersebut untuk memberikan pelayanan publik secara efektif dan efisien melalui online, antara lain:

    (a) Kantaya (Kantor Maya), berfungsi sebagai sarana pengiriman laporan harian ke jajaran Pimpinan pada setiap unit kerja;

    (b) Simduk (SIM Kependudukan), berfungsi sebagai aplikasi KTP dan KK serta Rekapitulasi Data Penduduk;

    (c) Simpeg (SIM Kepegawaian), berfungsi sebagai Aplikasi Kepegawaian, Kartu Pegawai, Gaji Berkala, dll;

    (d) Billing System, merupakan aplikasi di lingkungan Rumah Sakit meliputi Rekam medis, data pasien, Jasa Medis dll.;

    (e) Mapatda, merupakan aplikasi di Dipenda seperti PAD, Retribusi, PBB dll.;

    (f) SIM Perijinan, aplikasi di Kantor Pelayanan Terpadu, antara lainAplikasi Perijinan (IMB, HO, SIUP dll).

    Keberhasilan Kabupaten Sragen dalam pengembangan e-Government tidak lepas dari kemampuan pimpinan daerah dalam menerapkan e-Leadership secara komprehensif. Secara lengkap, strategi yang diterapkan pemda Kabupaten Sragen meliputi 6 (enam) faktor, yaitu (1) Kepemimpinan politik yang kuat dengan visi yang jelas; (2) Pelibatan semua pihak; (3) Penyiapan sumberdaya manusia; (4) Implementasi secara bertahap; (5) Pembangunan kemitraan; dan (6) Melakukan evaluasi secara rutin. Berikut ini secara berturut-turut dijelaskan keenam faktor kunci keberhasilan pemda Kabupaten Sragen dalam pengembangan e-Government.

    (1) Kepemimpinan politik yang kuat dengan visi yang jelas

    Kepemimpinan politik dengan visi yang jelas mutlak diperlukan dalam menjamin keberhasilan implementasi e-Government (i.e. The Asia Foundation, 2007). Manajemen perubahan (change management) untuk mengatasi inersia organisasi dan kultur hanya dapat dilakukan dengan baik dengan dukungan kepemimpinan yang kuat. Tantangan organisasi dan kultural sangat sering lebih sulit diselesaikan daripada tantangan dari sisi teknologi. Dalam hubungan ini Bupati Sragen menyatakan, bahwa manajemen perubahan perlu untuk menjamin keberhasilan implementasi e-Government.

    Dalam beberapa pertemuan dengan staf, Bupati Sragen bahkan mempersilakan kepada yang menentang kebijakan implementasi untuk mundur dari jabatannya. Kepemimpinan politik yang kuat dengan visi yang jelas ini telah memberikan hasil yang nyata, berupa dukungan dari para staf dan bahkan rival politiknya di DPRD. Latar belakang Bupati sebagai pengusaha sukses dalam bidang minyak bumi mungkin mempengaruhi gaya kepemimpinan politiknya. Kepemimpinan politik yang kuat ini sekaligus menjadi bukti komitmen pimpinan dalam implementasi e-Government. Komitmen yang rendah dari pimpinan, karena ketakutan akan kehilangan kekuasaan, merupakan salah satu kendala dalam implementasi e-Government (Allen et al., 2004).

    (2) Pelibatan semua pihak

    Kepemimpinan yang kuat telah memberikan iklim yang baik untuk membangkitkan kesadaran bersama akan arti penting dukungan semua pihakyang terlibat dengan implementasi e-Government. Tahap awal implementasi bukan tanpa hambatan. Awal dibukanya KPT telah memunculkan sinisme dari banyak pihak. Adopsi inovasi selama belum terbukti bermanfaat seringkali mendapatkan resistansi. Ketika inovasi sudah terbukti, maka dengan mudah untuk mendapatkan dukungan banyak pihak (Rogers, 1995). Pelibatan semua pihak akan mengurangi resitensi ini.

    Pelibatan semua pihak dalam implementasi e-Government dari berbagai tingkatan, mulai kabupaten sampai desa, merupakan modal awal keberhasilan. KPT telah mengubah paradigma pelayanan publik di Kabupaten Sragen. Hubungan antar lembaga pun menyesuaikan. KPT sebagai sebuah one-stop service telah berhasil menyatukan komitmen semua dinas terkait dalam memudahkan dan meningkatkan kualitas layanan publik.

    (3) Penyiapan sumberdaya manusia

    Dalam implementasi e-Government di Kabupaten Sragen, salah satu kendala yang sangat nyata pada tahap awal adalah kapabilitas sumberdaya manusia. Masalah sumberdaya manusia adalah tipikal dalam implementasi e-Government, terutama di negara berkembang (e.g. Heeks dan Davies, 1999).Beberapa inisiatif pun diambil untuk mengatasi masalah ini. Masalah terbesar adalah mengubah pola pikir. Pelatihan, konsultansi, dan studi banding ke beberapa perusahaan swasta pun dilakukan. Bahkan seragam staf di KPT pun tidak jauh dengan seragam pegawai di pegawai perusahaan swasta seperti bank. Semua dilakukan untuk memberikan kenyamanan dalam pelayanan publik. Untuk menyiasati masalah kapabilitas individu, pelatihan teknologi informasi dilakukan secara teratur. Setiap Kepala Dinas bahkan harus didampingi oleh seorang operator yang terlatih.

    Di samping itu, beberapa orang profesional diundang untuk bergabung dengan Tim TI. Jiwa entrepreneurial pun ditanamkan kepada semua staf untuk memberikan yang terbaik untuk Sragen dan siap memberikan bantuan kepada kabupaten/kota lain jika diminta. Inistiatif yang terakhir ini telah membuat Tim TI Sragen mendapatkan banyak undangan untuk membantu implementasi sistem serupa di kabupatan/kota lain, dan bahkan dari departemen di tingkat pusat. Aktivitas ini selain meningkatkan kapabilitas individu melalui pengalaman lapangan, juga membuka pintu penghasilan tambahan yang legal. Bahkan untuk persiapan implementasi e-Government sampai tingkat desa, sebanyak lebih dari 600 staf di tingkat kabupaten dilatih menjadi pendamping di tingkat desa. Ke depan, sebanyak tiga orang, yang salah satunya adalah operator TI akan diperbantukan di setiap desa.

    (4) Implementasi secara bertahap

    Implementasi secara bertahap adalah pelajaran lain yang bisa diambil. KPT adalah sebuah pilihan baik untuk mengawali implementasi e-Government. Selain karena melibatkan banyak pihak, dampak terhadap layanan publik dapat langsung terasa. Pembangunan infrastruktur pun dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal sebanyak 52 kantor terkoneksi Internet sampai pada tingkat kecamatan. Pada tahapan selanjutnya, sebanyak 208 desa juga disambungkan.

    Selain dapat menyiasai keterbatasan sumberdaya, implementasi secara bertahap ini juga akan memudahkan proses difusi dengan mengurangi risiko dan menurunkan resitensi. Inisiatif pmda Kabupaten Sragen untuk mendukung pengadaan infrastruktur dan fasilitas dengan membentuk Badan Usaha Milik Daerah yang akan memasok keperluan tersebut dengan harga yang lebih terjangkau juga sangat menarik.

    (5) Pembangunan kemitraan

    Kemitraan dengan berbagai pihak dikembangkan pun dikembangkan. Sebagai contoh, aplikasi untuk pencetakan Kartu Tanda Penduduk merupakan hasil kerjasama bagi hasil dengan sebuah perusahaan swasta. Dengan demikian, investasi yang harus dikeluarkan tidak terlalu besar tanpa mengorbankan kualitas layanan.

    Untuk memperbaiki cetak biru e-Government, pihak perguruan tinggi pun dijadikan mitra. Kemitraan dengan beberapa lembaga internasional yang terkesan dengan kualitas layanan publik Sragen juga dilakukan. Kemitraan yang baik ini dengan berbagai pihak, selain akan memecahkan masalah keterbatasan sumberdaya, juga akan meningkatkan kualitas.

    (6) Melakukan evaluasi secara rutin

    Salah satu masalah yang sering muncul dalam implementasi e-Government adalah tidak adanya indikator keberhasilan (e.g. Janssen et al., 2004). Hal ini disadari betul oleh Sragen dan ditindaklanjuti dengan evaluasi rutin meskipun masih bersifat terbatas pada kualitas layanan publik yang diberikan oleh KPT. Setiap tahun, KPT melakukan survei kepada pengguna layanan, untuk mengukur kualitas, dan sekaligus mendapatkan umpan balik untuk perbaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar